MIDSEA Summer School 2025 Soroti Peran Foundation Model dalam Pengembangan AI Kesehatan

Yogyakarta, 24 Juni 2025 Departemen Matematika FMIPA Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan MIDSEA Summer School 2025, sebuah forum ilmiah kolaboratif yang mempertemukan peserta dari berbagai negara Asia Tenggara untuk mendalami isu-isu strategis di bidang matematika dan aplikasinya. Salah satu subtopik pembahasan dalam kegiatan ini adalah AI for Infectious Disease Modeling (AI4IDM), yang berfokus pada pemanfaatan kecerdasan buatan dalam memahami dan mengantisipasi penyebaran penyakit menular.

Dalam sesi utama pada subtopik ini, Myat Su Ming, peneliti aktif di bidang AI dan kesehatan masyarakat, membawakan materi berjudul “Introduction to Foundation Models (sort of)”. Ia memulai dengan menjelaskan bahwa dalam kerangka besar AI, terdapat cabang machine learning, yang kemudian melahirkan deep learning, dan dari situ berkembang menjadi foundation models. Pendekatan ini kini dianggap paling esensial dalam banyak penerapan AI modern.

Foundation model diposisikan sebagai salah satu puncak evolusi dari teknologi AI. Model ini mampu mengolah data dalam jumlah sangat besar dan dapat digunakan kembali dalam berbagai tugas, bahkan tanpa harus dilatih ulang dari awal. Dalam pemaparannya, Thitiya Theparod menyebut bahwa foundation model seperti GPT-3, BERT, dan DALL-E memiliki ratusan juta parameter, bahkan melebihi jumlah penduduk suatu negara. Dengan skala dan fleksibilitas sebesar itu, model ini menjadi fondasi penting dalam pengembangan sistem cerdas lintas domain, termasuk bidang kesehatan, bahasa, hingga analisis gambar.

Namun demikian, ia juga mengingatkan bahwa tidak semua model AI yang saat ini digunakan (termasuk sistem seperti ChatGPT) menghasilkan keluaran yang selalu akurat. Salah satu contohnya adalah pada penerjemahan bahasa yang sering kali keliru dalam menangkap makna, terutama pada konteks budaya dan idiom lokal. Oleh karena itu, Thitiya Theparod menekankan pentingnya pemahaman yang lebih mendalam agar kita dapat memanfaatkan foundation model secara bertanggung jawab. “Kita perlu belajar lebih jauh agar dapat menggunakan AI dengan baik,” pesannya.

Materi juga menyentuh perbandingan antara model tradisional dan foundation model. Model tradisional bersifat spesifik untuk satu tugas, membutuhkan data pelatihan dalam jumlah besar, serta tidak dapat digunakan ulang. Sementara foundation model justru sebaliknya: lebih fleksibel, hemat data, dan dapat disesuaikan untuk berbagai tugas baru. Dengan pendekatan input, training, dan output yang sama, foundation model bisa menghasilkan hasil yang jauh lebih kaya. Bahkan konsep seperti regresi linear pun dalam kerangka ini bisa dianggap sebagai bagian dari blackbox model yang lebih besar dan kompleks.

Usai sesi pelatihan, peserta dibagi ke dalam kelompok kecil untuk membahas artikel ilmiah yang telah ditentukan sebelumnya. Salah satu kelompok mendiskusikan paper berjudul “DengueNet: Dengue Prediction using Spatiotemporal Satellite Imagery for Resource-Limited Countries”. Paper ini memperkenalkan DengueNet, model prediksi kasus dengue berbasis citra satelit yang menggabungkan Vision Transformer, Radiomics, dan LSTM. Diskusi kelompok menyoroti bagaimana pendekatan ini menawarkan solusi potensial untuk wilayah dengan keterbatasan sistem surveilans manual.

Seluruh presentasi kelompok berlangsung aktif dan diikuti dengan diskusi terbuka, menggabungkan analisis teknis dengan refleksi terhadap konteks penerapan nyata. Subtopik AI dalam MIDSEA Summer School 2025 pun menjadi ruang produktif untuk mempertemukan pengetahuan teoritis dan praktik multidisiplin, serta mendorong penggunaan teknologi yang tidak hanya canggih, tetapi juga etis dan inklusif.

Kata Kunci: MIDSEA, Modelling, Infectious Diseases Modelling
Penulis: Chyntia Meininda Anjanni
Foto: Priscilla Deviana T.